Alexander S. Mulya, Senior Business Analyst - MarkPlus&Co
Apa beda ayam dengan elang? Well, mungkin di Jakarta kita sulit mencari
ayam berkeliaran, apalagi elang. Namun, konon, ayam selalu tinggal berkelompok, berlawanan dengan elang yang
hidup soliter. Ayam memang dicintai karena jinak dan relatif akrab dengan manusia,
sedangkan elang tidak terduga, liar, tetapi dikagumi karena merupakan makhluk yang lain daripada yang
lain.
Bagaikan seekor elang, mereka yang menyukai tantangan dan bahaya
biasanya tidak betah tinggal berlama-lama dalam suatu tatanan yang baku. Demikian
pula, orang yang kreatif memang cenderung liar dan susah diatur. Memang lebih mudah memelihara
ayam. Namun, jika kita mencari orang yang memiliki talenta untuk melakukan terobosan dalam bisnis, mau tidak mau, harus
berurusan dengan para elang juga, bukan?
Seperti kata-kata yang dikutip oleh Tom Peters dari David Ogilvy
(pendiri Ogilvy & Mather Group), "Talent, is most likely to be found among non-conformists, dissenters and rebels!"
Tom Peters adalah salah satu "guru" manajemen yang dianggap sangat talented,
buah pikirnya yang radikal selalu disertai ungkapan-ungkapan yang kontroversial, sehingga
Peters dikenal sebagai tokoh leadership thinking yang mungkin termasuk paling banyak dicerca
dan digemari sekaligus. Karyanya yang paling terkenal adalah buku In Search of Excellence
(ditulis bersama Robert Waterman) - dikatakan oleh banyak pihak sebagai buku manajemen paling berpengaruh
di abad ke-20.
Bagi Anda yang belum memiliki buku Tom Peters yang terbaru: Re-Imagine!, silakan
mampir di QB atau Kinokuniya. Namun, jangan heran kalau yang Anda temukan tidak menyerupai buku manajemen,
tetapi lebih kelihatan seperti katalog lukisan yang penuh gambar dan coretan. Dalam hal ini,
sekali lagi Peters menunjukkan "pembangkangannya" terhadap pakem bahwa buku manajemen
harus tampil serius. Siapa takut?
Mengapa talenta biasanya ditemukan pada orang-orang pembangkang? Mereka yang rebellious
punya selera dan cara pikir yang berbeda - senantiasa merasa "gerah" dengan situasi yang ada.
Nah, kelebihan "energi" ini kelak mendorong timbulnya kemampuan yang unik, yang pada gilirannya bermuara pada
perilaku yang nyeleneh - atau, jika berdampak positif, bisa disebut sebagai "kreatif". Maka,
seperti yang dikatakan oleh Peters, "A creative person is by definition a person who does not obey the rules."
What
We Expect from Them Sayangnya, berbagai perusahaan Indonesia yang sempat kami amati
menunjukkan bahwa sistem formal dan sosial yang ada kebanyakan "menghukum" mereka yang bertindak di
luar hal-hal yang dinilai wajar. Perbedaan tersebut bisa dianggap mengganggu harmoni dalam kelompok
atau biasanya dipandang bertentangan dengan kebijakan sang pemimpin yang konservatif. Dalam beberapa
kasus, dislike diakibatkan faktor personal: tidak menyukai orang yang kelihatan menonjol.
Peters kemudian juga menjabarkan penelitian Thomas Stanley, yang membandingkan
kesuksesan seseorang dalam bisnis/karier dengan prestasi mereka sewaktu di bangku
sekolah: didapatkan bahwa kesuksesan di sekolah bukan cuma tidak berkorelasi dengan kesuksesan
dalam karier/bisnis di kemudian hari - penelitian malah mendapatkan korelasi yang negatif! (diambil
dari Richard Farson dan Ralph Keys, Whoever Makes the Most Mistakes Wins).
Yang dapat menjadi petunjuk kesuksesan, menurut Stanley, adalah
keberanian untuk mengambil risiko. Sayangnya, kebanyakan sekolah menghukum mereka yang dinilai "bandel". Sistem
yang ada memberikan penghargaan kepada anak-anak yang manis dan penurut - dan, sebagai hasilnya, mereka yang sukses
di dalam sekolah biasanya takut mengambil risiko dalam kehidupan nyata.
Kalau di negeri Paman Sam yang sudah sedemikian modern saja terjadi hal seperti
itu, bagaimana dengan Indonesia? Anak-anak kita senantiasa diajar untuk berpikir how to, tanpa mengerti
why - penekanan diberikan pada kemampuan menjawab soal yang rumit, bukan pada pengertian mengapa hal tersebut
harus mereka pelajari dan apa kegunaannya. Ekspektasi juga bersifat general, misalnya seorang anak yang
mendapat nilai 9 dalam menggambar tidak diizinkan naik kelas jika nilai matematikanya cuma 4.
MarkPlus&Co, sebagai konsultan pemasaran, senantiasa mencari orang yang bisa berpikir
independen dan kreatif - dasarnya adalah orang yang tahu apa yang mereka lakukan dan inginkan. Kami berulang kali "kebakaran
jenggot" menginterviu calon analis yang ber-IPK di atas 3,7 (dari nilai maksimum 4,0) tetapi
tidak bisa menjelaskan mengapa mereka memilih subjek yang mereka ambil sewaktu
kuliah dan apa kegunaan mata pelajaran tertentu dalam praktek - padahal lulusan universitas ternama pula!
Hal seperti itu terjadi karena lulusan-lulusan ber-IPK tinggi yang malang ini biasanya
mengambil jurusan yang safe seperti akuntansi, manajemen, dsb. Kalaupun ada yang mengambil
jurusan teknik elektro, misalnya, banyak yang semata-mata disebabkan mereka berasal dari jurusan
IPA sewaktu SMU - dianggap lebih safe mengambil jurusan teknik dibanding ekonomi. Mereka tidak berani mengambil
bidang-bidang yang sesuai talenta dan minat yang sebenarnya mereka miliki. Atau lebih parah lagi, mereka
tidak tahu talenta apa yang dimiliki, berhubung sistem pendidikan kurang memberikan kesempatan
bagi benih-benih tersebut untuk berkembang.
The Role of Leadership: Challenge Jack Welch, mantan CEO GE, mengatakan, "Kesuksesan
tergantung pada bagaimana kita mendapatkan orang-orang terbaik. Jangan mengelilingi
diri Anda dengan orang yang less talented than you are !"
Welch percaya bahwa kepemimpinan, pada dasarnya, adalah bagaimana kita mengumpulkan, mengelola,
dan mengembangkan talenta orang lain. Kepemimpinan adalah bagaimana Anda memfasilitasi
talenta agar berkembang menjadi kreativitas. Atau, menurut istilah Fred Smith, sang pendiri Federal Express,
"Kuncinya adalah bagaimana Anda melepaskan "energi" dari seseorang."
John P. Kotter dari Harvard Business School mengungkapkan bahwa dalam
perusahaan yang entrepreneurial, yang harus dilakukan bukanlah organizing atau controlling. Sebaliknya,
jika kita mengharapkan kreativitas untuk bertumbuh, seorang pemimpin harus aligning (menyelaraskan
fungsi-fungsi dan visi dari berbagai komponen organisasi) dan motivating.
Maka dari itu, mungkin kita harus berpikir ulang tentang konsep
change management. Bagi Adam Morgan, pengarang buku Eating The Big Fish, untuk men-drive perubahan dan kreativitas,
yang harus dilakukan bukan change melainkan challenge!
Change management merupakan sebuah proses, tetapi yang lebih penting lagi adalah
keberadaan challenge yang menyertai proses change tersebut. Tanpa challenge, change management bagi kebanyakan
orang menjadi tidak inspiring, "Apa relevansi perubahan ini terhadap kepentingan saya?". Change, dalam pemikiran Adam
Morgan, bersifat rasional, sehingga kepada orang harus dijelaskan mengapa mereka harus berubah. Adapun challenge, memiliki
muatan emosional - di mana tiap individual akan menerjemahkan wacana tersebut dalam bentuk yang
lebih self-explanatory dan personal. Anda akan mendapatkan komitmen dan kreativitas melalui challenge.
Bagi kebanyakan perusahaan keluarga yang kami amati di Indonesia, sang pemimpin jarang
sekali men-challenge anak buahnya. Budaya keterlibatan sang pemimpin di semua lini perusahaan masih
terasa sekali. Ronda A. Heifettz (Harvard) menjelaskan bahwa perubahan dari cara kepemimpinan
yang otoritatif ke bentuk yang lebih adaptif memang sulit. Ini disebabkan dua hal. Pertama, sang pemimpin harus
mengubah pola pikir yang lama yang selalu terdorong untuk memimpin dengan memberikan solusi. Hal ini amat wajar
karena si pemimpin, yang biasanya juga merupakan pendiri, berhasil mendapatkan posisi yang sekarang karena pengalaman
dan insting bisnisnya.
Kedua, perubahan ke arah adaptif sering kali meresahkan para karyawan. Mereka harus mengambil
peran, hubungan, cara kerja, dan norma-norma yang sama sekali baru. Maka dari itu, challenge wajib digelar, agar perubahan
tidak lagi dirasakan sebagai beban. Di mana hubungan antara challenge dan talenta? Hanya
orang-orang yang memiliki talenta yang akan merasa terpanggil oleh challenge dan mau ikut serta dalam permainan yang
Anda selenggarakan. Namun memang, dalam situasi yang makin tidak menentu ini, kita tidak dapat menuruti kehendak setiap
orang. Yang dapat dilakukan adalah memberikan kesempatan bagi mereka untuk mencapai hasil yang
optimum dari apa yang mereka miliki.
Kesimpulannya, bermainlah seperti David Beckham, si playmaker dari Real Madrid! Beckham,
sebagai seorang playmaker, merupakan pemimpin serangan dari timnya. Beckham, seperti layaknya
Anda yang juga seorang pemimpin, memiliki talenta sebagai pemain individu. Akan tetapi, yang
membedakan seorang playmaker dari pemain lainnya adalah, kemampuan untuk membawa bola sambil tetap
memperhatikan dinamika pergerakan rekan setim di lapangan. You are not the only talent on the field!
Yang harus dilakukan sang pemimpin adalah men-challenge pemain lain dengan umpan-umpan cantik, agar
bersama-sama tim Anda dapat menciptakan gol-gol spektakuler. Selamat bermain!
J. Ricky Sutedja MEWUJUDKAN MIMPI MELALUI PROSES KREATIF
Bagi
saya Ricky Sutedja adalah salah satu di antara sedikit orang yang percaya akan mimpi-mimpinya. Para penemu dan pemimpin besar biasanya lahir karena terdorong mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan. Beberapa
waktu lalu dunia memperingati 100 tahun penerbangan, sebuah peringatan yang tidak lepas dari temuan monumental Wright bersaudara,
namun tidak banyak yang menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh kedua bersaudara seabad silam itu justru berawal dari mimpi. Upaya
mereka dalam merealisasikan mimpinya, tentu saja bukan proses sekejap tapi begitu panjang, hanya semangatlah yang menjaganya.
Wright bersaudara misalnya pernah dipatahkan semangatnya oleh sang ayah yang juga seorang pendeta dengan mengatakan, hanya
malaikat yang bisa terbang. Namun keduanya tidak putus asa, bahkan menjadi pemicu untuk membuktikan mimpinya. Sejarah pun
membuktikan memang bukan cuma malaikat yang bisa terbang. Merealisasikan mimpi menjadi kenyataan tentu saja bukan milik
semua orang, tetapi milik mereka yang secara konsisten mengasah kreativitasnya. Bagi seorang Ricky panggilan akrab pria yang
drop out di bangku kuliah ini, ide dan kreativitas harus diasah dan diupayakan agar dapat menjadikan seseorang lebih
berdaya (powerful) meraih sukses dalam hidup. Kreativitas itu ibarat darah dalam tubuh yang senantiasa memberi
gerak, inspirasi dan rasa percaya diri. Keberhasilan Ricky menciptakan speaker mini ukuran 15X10 cm namun sanggup menggetarkan
ruangan seluas 1.000 m2 adalah buahnya, meskipun untuk itu semua Ricky harus mempertaruhkan kuliah, biaya, berikut waktu sembilan
tahun bereksperimen. Bukan itu saja, proses kreatif yang ditempuh Ricky ikut membentuk rasa percaya dirinya. Produk speaker
satelitnya telah dipatenkan, menggunakan nama merek sendiri dari singkatan namanya: Ry-design dengan tulisan made in Indonesia,
sesuatu yang seringkali dihindari banyak produsen lokal mengingat produk luar negeri biasanya dipersepsi lebih baik.
Proses Kreatif Pengalaman panjang para penemu dalam merealisasikan mimpinya, yang kadang harus jatuh bangun, berkorban
materi dan waktu ternyata dipicu oleh spirit kreatif yang ada dalam dirinya. Meskipun banyak pakar mengatakan bahwa creativity
is universal talent namun sangat sedikit di antara kita yang dapat konsisten mengasahnya sehigga menjadi berkilau dan
tajam. Untuk tumbuh dengan baik, kreativitas memang membutuhkan latihan dan perenungan, sesuatu yang biasanya sangat sulit
dilakukan. Latihan dan perenungan yang dilakukan Ricky saat ini, menurutnya diperoleh dari ketekunan dan kecintaan terhadap
apa yang digeluti, maklum saja dunia speaker telah menjadi hobinya sejak masih remaja. Jadi nemunya bukan di sekolah
formal tegasnya. Sebab ia sendiri memilih drop out dari Institut Sains & Teknologi Nasional (ISTN) setelah apa
yang dicarinya tidak dijumpai di sana. kreativitasnya justru berkembang setelah bereksperimen sendiri selama bertahun-tahun
di jalur informal. Kreativitas memang harus disadari potensinya oleh siapa pun. Dengannya seseorang dapat memiliki keberanian
mencoba sesuatu yang berbeda yang bagi orang lain dianggap sulit bahkan mustahil. Kreativitas juga memicu rasa percaya diri
yang tinggi. Bangsa jepang adalah contoh bangsa yang sangat percaya diri karena kreativitas mereka di bidang teknologi. Ricky
sendiri dengan percaya diri mengklaim bahwa speaker ciptaannya merupakan yang pertama di dunia berukuran mini namun
dengan daya getar yang besar. Lalu bagaimana agar proses kreatif ini dapat terjadi dalam diri seseorang? Sehingga menjadi
kekuatan yang bisa dimanfaatkan? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, perlu memperluas wawasan dan menemukan
ide-ide baru dari berbagai sumber. Pada fase ini orang biasanya selalu mempertanyakan why?, what was that?. Kemudian
penuhilah rasa ingin tahu ini dan temukan koneksitas suatu bentuk kejadian dengan kejadian lainnya. Berusahalah mempertemukan
apa yang diamati dengan ide di kepala. Kedua adalah Inkubasi. Apa yang diperoleh pada fase sebelumnya memberikan banyak
informasi. Untuk itu dibutuhkan kontemplasi dan perenungan agar memperoleh sesuatu secara lebih jelas dan fokus. Pada fase
ini inti dari kumpulan informasi seharusnya menemukan titik yang lebih jelas. Ketiga ádalah Drifting. Fokus pada
wawasan baru akan membuka cara berfikir. Segala bentuk pengaruh yang diterima justru akan menjadi energi. Untuk itu, dengan
membiarkan pikiran tetap terbuka untuk mendapat pengaruh dari luar merupakan faktor penting untuk terjadinya creative imagination.
Keempat adalah Entusiasm. Ini merupakan proses intuitif yang melibatkan emosi dan memicu adrenalin untuk bertindak.
Bahkan agar proses kreatif dapat terpicu dan berjalan secara liar, kadang tidak perlu berfikir untuk menemukan apa jawaban
masalah yang dihadapi, is not to look before your leap, intinya teruslah mencoba tanpa harus menemukan jawabnya. Kita
harus memastikan bahwa mimpi bukan sesuatu yang tidak mungkin terwujud, maka bertindaklah. Kelima adalah Reality Check.
Upaya untuk melihat kembali proses kreatif yang telah terjadi harus dilakukan. Analisa dan pengukuran untuk melihat sempai
sejauh mana hasil yang diinginkan dapat dicapai, dan melihat secara realistis di mana kita sekarang. Ini dilakukan agar proses
kreatif yang dijalani tidak keluar terlalu jauh dari konteks dan masalah yang dihadapi. Proses di atas seharusnya diberi
ruang, agar kreativitas seseorang dapat terpicu. Meskipun dengan kesadaran bahwa tidak banyak yang dapat melaluinya dengan
mulus. Kebanyakan kita justru berkesimpulan bahwa penemuan yang dilakukan terjadi secara tiba-tiba. Sangat sedikit yang menyadari
bahwa semua terjadi sebagai hasil dari sebuah proses. Akhirnya, kreativitas memang memerlukan kerja keras. Dan hanya mereka
yang percaya pada mimpilah yang akan memiliki sense of art sebagai kekuatan untuk menjalankan proses ini. Untuk menggambarkan
kondisi ini Ernest Hall, musisi yang juga seorang entrepreneur, pernah mengatakan bahwa everyone must begin to trust their
dreams because out of that trust is born the artist, and the artist is the role model for the entrepreneur we now need.
Artikel ini
pernah dimuat di harian sore SUARA PEMBARUAN tanggal 28 Januari 2004.
|